Selasa, 04 Januari 2011

Misteri hujan burung hitam di Arkansas


Petugas mengumpulkan bangkai burung hitam yang mati berjatuhan di wilayah Beebe, Arkansas, Sabtu (1/1/2011). Sekitar 1000 burung jatuh sejak Jumat diduga karena perubahan cuaca ekstrim.
KOMPAS.com — Lebih dari 1.000 burung berwarna hitam jatuh dari langit sehari sebelum perayaan Tahun Baru di Arkansas, Amerika Serikat. Penduduk ketakutan dan para ilmuwan masih mencari jawaban.

Kejadian bermula sekitar pukul 23.30 waktu setempat. "Beberapa petugas dari Arkansas Game and Fish Commission (AGFC) mulai melaporkan adanya burung hitam berjatuhan dari langit," ujar AGFC dalam sebuah pernyataan. AGFC memperkirakan ada 1.000 burung yang jatuh dalam area 1 mil dalam kota. "Kebanyakan sudah mati, tapi beberapa masih hidup ketika petugas tiba," kata AGFC.

Sebanyak 65 burung dikirim ke laboratorium milik Arkansas Livestock and Poultry Commission dan National Wildlife Health Center oleh Robby King, seorang petugas dari AGFC.

Para ilmuwan menjelaskan, burung tersebut bisa saja tersambar petir, terkena hujan es yang disertai angin ribut. "Mereka mengalami trauma fisik. Kawanan itu mungkin tersambar petir atau hujan es," ujar Karen Rowe, ahli burung dari AGFC. Rowe juga berspekulasi kalau perayaan Tahun Baru, seperti kembang api, yang membuat kawanan itu terkejut dan mati karena stres.

Untuk memastikan, menurut Rowe, nekropsi adalah satu-satunya jalan untuk mengetahui penyebab kematian burung. "Apakah trauma atau racun? Tapi sepertinya bukan racun karena hanya burung hitam saja yang terpengaruh," ujar Rowe kepada LiveScience. Nekropsi adalah otopsi untuk hewan.

Kejadian seperti ini sudah pernah terjadi beberapa kali di berbagai belahan dunia. Umumnya, burung terdampak oleh ulah cuaca, seperti hurikan. Burung juga bisa mati karena saling bertabrakan dalam awan tebal. Mereka juga bisa saja terdorong angin sehingga menabrak tebing.

Bukan hanya burung, hujan ikan pun pernah terjadi beberapa kali. Tornado di daerah laut, menurut ilmuwan, menyebabkan kejadian-kejadian tersebut.(National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

Sumber : www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar